Rifthian
8 Maret 2011 at 5:44 pm
Assalamu’alaikumwarohmatullohiwabarokatuh..
semoga Allah menjaga ustadz.
Mohon penjelasan apakah ada hadits
. سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لَا يَفْعَلُونَ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكِذْبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ (رواه أحمد
“Akan ada para pemimpin yang memimpin kalian dengan perkara-perkara yang tidak mereka laksanakan. Karena itu, siapa saja yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu kedzaliman mereka maka ia bukan termasuk golongganku, dan aku juga bukan termasuk golongannnya; telaga haud pun sekali-kali tidak akan bermanfaat bagiku (untuk menolongnya). (HR. Ahmad).
dalam praktiknya, dalil ini dijadikan Hizbut Tahrir untuk mengkritik/mengoreksi penguasa…dengan alasan sebagai kontrol sosial atau menasehati penguasa merupakan sunnah rasul dan tabi’at para pemimpin Islam. Rakyat, tanpa memandang status sosialnya merasa berkewajiban dan berani mengkritik atau mengoreksi segala kebijakan atau tindakan yang dilakukan pejabat Negara, pada setiap kesempatan terbuka.
Kemudian menurut H,T Sebaliknya, para pejabat Negara tanpa memandang posisi dan jabatannya merasa berkewajiban menerima kritik dan koreksi dari rakyatnya, tanpa ada perasaan tersinggung atau terrendahkan martabatnya, walau kritik dan koreksi dilakukan di depan umum.
selengkapnya di *****
mohon penjelasan hadits di atas ya ustadz..
terimakasih
Abu Hudzaifah Al Atsary
9 Maret 2011 at 10:33 am
Menurut hadits yg diriwayatkan oleh sahabat Iyadh bin Ghanm (yg kala itu adalah gubernur di suatu wilayah bernama Daria) yang mencambuk salah seorang pemimpin warga tsb ketika berhasil menundukkan wilayahnya. beliau (yakni Iyadh bin Ghanm) lantas ditegur keras oleh seorang sahabat lainnya, yakni Hisyam bin Hakiem, hingga Si Iyadh murka. Setelah beberapa hari, Hisyam kemudian mendatangi Iyadh dan minta maaf, seraya berkata: Tidakkah engkau pernah mendengar hadits Nabi yg mengatakan: “Orang yg paling keras siksanya, ialah yang paling keras dalam menyiksa manusia ketika di dunia”. Iyadh pun menyanggah, Ya Hisyam, aku telah mendengarnya sebagaimana yang kau dengar, namun tidakkah engkau mendengar hadits Nabi yg mengatakan:
(( من أراد أن ينصح لسلطان بأمر فلا يبد له علانية، ولكن ليأخذ بيده، فيخلو به، فإن قبل منه فذاك، وإلا كان قد أدي الذي عليه له )) وإنك يا هشام لأنت الجريء إذ تجترئ على سلطان الله فهلا خشيت أن يقتلك السلطان فتكون قتيل سلطان الله – تبارك وتعالي – ))
“siapa yg ingin menasehati seorang penguasa, maka janganlah menampakkan nasehat (teguran) tsb terang-terangan, namun gandenglah dia dan nasehatilah dia empat mata. Kalau dia menerimanya maka syukurlah, namun kalau tidak berarti dia (si penasehat) telah menunaikan kewajibannya”. Hai Hisyam, kamu sungguh berani karena menantang orang yang dijadikan penguasa oleh Allah. Tidakkah kamu takut jika penguasa tersebut membunuhmu sehingga engkau menjadi korbannya penguasa? (HR. Ibnu Abi ‘Ashim, Ahmad, dll yang dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dlm Dhilalul Jannah fi Takhrijis Sunnah).
Hadits ini merupakan kaidah dasar yg dianut Ahlussunnah (tapi HT kelihatannya banyak menyelisihi ahlussunnah) dalam menasehati penguasa, yakni tidak secara terang-terangan, karena akan menimbulkan mafsadat. Jadi, cara menasehati yg syar’i ialah dengan menemui penguasa zhalim tsb lalu menasehatinya empat mata, sebagaimana yg dilaksanakan oleh Nabiyullah Musa dan Harun yg diperintahkan oleh Allah untuk mendatangi dan mengingatkan Fir’aun secara langsung dan mengatakan perkataan yg lemah lembut. Atau dengn menyurati penguasa tsb dengan bahasa yg baik, bukan dengan caci-maki. Dia boleh saja menasehati seorang penguasa di depan orang lain, namun ketika penguasa tsb hadir di tempat, bukan dengan menggunjing penguasa tsb di mimbar-mimbar sehingga mengompori rakyat untuk berontak kpd pemimpinnya sehingga menimbulkan fitnah besar, spt yg akhir-akhir ini terjadi di Mesir, Tunisia, Yaman, dan Libya. Wallahu a’lam.